MAPABA PMII Rayon Damanhuri Komisariat An-Nawawi Jadi Ruang Mahasiswa-Santri untuk Bertumbuh dan Berproses Menemukan Jati Diri di tengah Derasnya Arus Informasi


Purworejo, To Care An-Nawawi

Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon K.H.R. Damanhuri Komisariat An-Nawawi Tahun 2025 menjadi ruang bagi mahasiswa untuk menemukan jati diri di tengah derasnya arus informasi. Hal tersebut disampaikan oleh Roid Naufal ‘Izzi selaku ketua panitia dalam rangkaian kegiatan Pelantikan Pengurus Komissariat An-Nawawi dan Pebukaan MAPABA PMII Rayon K.H.R. Damanhuri Tahun 2025 pada Rabu (22/10/2025) di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Ad-Damami, Grabag, Purworejo.

“Saat ini kita generasi muda, khususnya mahasiswa, telah memasuki era di mana manusia dituntut untuk serba cepat dan instan. Bukan hanya itu, teknologi yang semakin canggih juga memberikan efek dopamin yang berdampak pada pola fikir pragmatis dan haus validasi. Sehingga jika kita tidak mampu mengontrol dan mengendalikanya dengan bijak, kita justru bisa tenggelam di dalamnya. Atas dasar itulah, MAPABA kali ini sangat relevan karena menjadi ruang bagi mahasiswa untuk bertumbuh dan berproses menemukan jati diri yang orisinil ditengah derasnya arus informasi, karena peserta yang notabene adalah mahasiswa ini, akan dibekali nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dalam bingkai Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai kompas dalam mengarungi kehidupan di dunia. Apalagi kita berlatar belakang pondok pesantren,” ungkap Roid dalam sambutannya.

Roid juga menyampaikan bahwa jenjang kaderisasi formal pertama di PMII ini mengusung tema ‘Adaptasi Diri di Era Digital Melalui Literasi dan Organisasi’ dengan tujuan membentuk anggota PMII berkualitas mu’takid (yakin) dengan berbekal literasi pesantren, wawasan sosial-kebangsaan dan pemahaman organisasi sebagai modal menghadapi dinamika era digital.

“Kami selaku panitia, mengusung tema ‘Adaptasi Diri di Era Digital Melalui Literasi dan Organisasi’ dengan tujuan mencetak anggota PMII berkualitas mu’takid atau yakin, yang mampu membekali dirinya dengan literasi pesantren maupun sosial-kebangsaan dan juga berbagai macam pengetahuan yang terdapat di dalam organisasi PMII sebagai bekal mengarungi hidup di era digital,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua PMII Rayon K.H.R. Damanhuri Muhammad Syafi Syafiq mengungkapkan bahwa Brain Rot menjadi kata populer yang dinobatkan sebagai ‘World of The Year’ oleh Oxford University pada tahun 2024. Brain Rot merupakan gejala pembusukan otak yang disebabkan oleh konsumsi konten berkualitas rendah yang berdampak pada mindset yang pesimis.

“Benar apa yang dikatakan Sahabat Roid tadi. Kemarin, saya membaca suatu artikel yang membahas tentang dampak penggunaan media sosial tanpa kontrol yang bijak. Jadi, pada tahun 2024 kemarin, Oxford University menobatkan brain rot sebagai ‘World of The Year’. Brain rot secara sederhana dapat diartikan sebagai pembusukan otak yang disebabkan karena generasi muda hari ini atau mahasiswa hari ini sering sekali mengonsumsi konten digital yang berkualitas menengah ke bawah. Hal semacam itu secara tidak langsung berdapak pada mindset atau pola pikir yang pesimis,” tutur mahasiswa prodi Manajemen Pendidikan Islam semester tujuh IAI An-Nawawi Purworejo.

Sehingga, bagi Syafiq, anggota dan kader PMII khususnya peserta MAPABA, sepatutnya bersukur karena telah dikumpulkan dalam satu ruang bertumbuh sebagai bentuk ikhtiar memerangi brain rot. Syafiq juga mengajak peserta untuk menikmati, memahami dan meresapi peroses MAPABA kali ini.

“Maka dari itu, sahabat dan sahabati, khususya peserta MAPABA kali ini, sepatutnya bersyukur karena hari ini kita dikumpulkan dalam satu ruang bertumbuh sebagai wujud ikhtiar untuk kita memerangi brain rot. Oleh karena itu, rangkaian MAPABA yang akan berlangsung dalam kurun waktu lima hari ini, silakan dinikmati, dipahami dan diresapi,” tegas Syafiq.

Dalam sambutannya, Ketua PMII Komisariat An-Nawawi Akhmad Khalwani turut menyambut kedatangan anggota baru. Ia menyoroti anggota PMII sebagai warga nahdliyyin sekaligus mahasiswa telah mamasuki dua dunia: dunia ke-Islaman yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan dunia kemahasiswaan. Menurut Khalwani, mahasiswa ideal bukan sekadar hadir di kelas, melainkan sosok yang telah selesai dengan dirinya sendiri dan berperan sebagai agen perubahan sosial, kontrol sosial, serta iron stock. Ia menekankan bahwa mahasiswa adalah penyalur aspirasi masyarakat, garda terdepan, dan calon pemimpin masa depan.

“Selamat datang kepada seluruh calon anggota baru. Perlu sahabat-sahabati ketahui, ketika kita menjadi warga nahdliyyin dan berstatus sebagai mahasiswa, kita sudah berada di dalam dua dunia sekaligus. Yang pertama itu dunia ke-Islaman. Islam yang bagaimana? Islam yang rahmatan lil ‘alamin dengan berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kedua, kita juga masuk ke dalam dunia kemahasiswaan. Di mana dalam dunia mahasiswa itu bukan hanya tentang mereka yang datang, duduk, diam, lalu pulang. Akan tetapi menjadi seorang mahasiswa secara idealnya adalah mereka yang telah selesai dengan dirinya sendiri dan biasanya dikenal dengan agen social of change, agen social of control dan iron stock. Mereka yang menjadi lidah penyalur aspirasi masyarakat, mereka yang bisa menjadi garda terdepan dan mereka yang besok akan menjadi pemimpin-pemimpin yang diharapkan masyarakat,” terangnya.

Lebih lanjut, Khalwani menerangkan bahwa kehadiran PMII memiliki tujuan mulia sebagai wadah bagi mahasiswa untuk berproses dan berkembang. Apabila proses tersebut dijalankan dengan optimal, ia yakin anggota PMII akan menjadi insan ulul albab yang mampu menyeimbangkan kehidupan religius dan kehidupan sosial. Dengan demikian, PMII menciptakan mahasiswa idealis yang kokoh dalam kedua dimensi tersebut.

“Nah, karena itu, lahirnya PMII ini adalah sebagai wadah untuk sahabat-sahabati berproses yang nantinya jika proses tersebut dikhidmati dengan baik, sahabat-sahabati akan mencapai insan ulul albab. Artinya apa? Sahabat-sahabati akan dapat menyeimbangkan dunia kanan dan dunia kiri. Lebih sederhananya, kita disini adalah orang yang idealis di dimensi religius dan dimensi kemahasiswaan,” tutur Khalwani.

Khalwani berpesan agar kader dan anggota PMII memahami esensi persahabatan, bahwa seorang sahabat adalah yang hadir baik di saat senang maupun susah, dan rela mengorbankan apa pun demi mempertahankan sahabatnya. Pesan ini menekankan pentingnya loyalitas dan solidaritas internal dalam organisasi.

“Kami berharap agar seluruh kader dan anggota dapat memaknai kata sahabat sebagai seorang yang membersamai disaat senang maupun susah dan merelakan apa yang dimilikinya untuk mempertahankan sahabatnya,” pesan Khalwani.


Shohibul Bait Kiai Muhammad Mushonnef menceritakan bahwa sejak tahun 1989 saat mondok di Lirboyo, ia mendengar nama Mbah Damanhuri, meski belum berkenalan langsung. Menurutnya, Mbah Damanhuri adalah Afqohul Kiyahi pada zamannya di Purworejo, bersanding dengan Mbah Yai Cholil Sucen sebagai dua tokoh alim yang se-era. Ia menambahkan bahwa generasi berikutnya memiliki tokoh serupa seperti Mbah Yai Chalwani dan Mbah Yai Thoifur dalam bidang keilmuan. Kiai Mushonnef juga menekankan bahwa lingkungan pesantren seperti An-Nawawi dan Lirboyo memiliki semangat nasionalisme NU yang kuat, termasuk persyaratan ketat untuk mendalami ilmu dari Mbah Yai Marzuki yaitu seseorang harus ber-NU, mengikuti tradisi guru-guru beliau yang juga merupakan aktivis NU.

“Tahun 1989 waktu mondok di Lirboyo, saya sudah dengar Mbah Damanhuri ini, tapi belum kenal. Masih hidup. Kenal langsung itu diceritakan Mbah Chalwani. Mbah Damanhuri itu Afqohul Kiyahi pada eranya di daerah Purworejo. Pada era itu, ada dua dua tokoh yang ‘alim, menurut Mbah Chalwani, satu Mbah Yai Damanhuri dan satunya Mbah Yai Cholil Sucen. Keduanya merupakan dua tokoh yang se-era. Temasuk belakang-belakang ini ialah Mbah Yai Chalwani dan Mbah Yai Thoifur dalam bidang keilmuan. Kalau bidang nasionalis beda lagi. Kalau di An-Nawawi kan waktu itu wajib PKPNU. Rasa nasionalis NU-nya luar biasa. Termasuk Lirboyo sendiri itu, dikutip dari Mbah Yai Chalwani, sanadnya dari beliau yang mendengar (langsung), bahwa syarat mutlaq dapat menerima ilmu dari Mbah Yai Marzuki, adalah harus NU. Karena Mbah Hasyim atau guru-guru beliau Mbah Marzuki adalah juga orang NU,” ungkap Kiai Mushonnef.

Kiai Mushonnef juga menuturkan bahwa baginya, meskipun era digital telah mempermudah segala aspek kehidupan, ada hal-hal fundamental yang tidak dapat didigitalkan, salah satunya adalah proses belajar yang membutuhkan kesanadan dan ketersambungan (muttashil) langsung dengan guru. Beliau mengutip kondisi zaman dengan istilah “pasar ilang kumandange” dari primbon Brawijaya, yang menggambarkan fenomena pasar offline yang lebih sepi dibanding pasar online. Suatu kenyataan yang benar-benar terasa hari ini.

“Dan alhamdulillah pada acara di Grabag ini yang diselenggarakan Rayon K.H.R. Damanhuri membawa tema yang cukup relevan dengan perkembangan zaman. Sekarang itu apa-apanya sudah ada dan serba mudah, cuma ada hal-hal yang tidak bisa didigitalisasikan walaupun sekarang eranya digital. Ini kalau menurut primbonnya Brawijaya disebut 'pasar ilang kumandange' yang mengisyaratkan pada kondisi di mana pembeli pasar offline lebih sedikit daripada pasar online. Dan sekarang memang benar-benar terasa sepinya,” jelas Kiai Mushonnef.

Untuk mengantisipasi dampak negatif era digital, Kiai Mushonnef menekankan pentingnya anggota PMII berpegangan pada nilai-nilai pesantren. Mengutip kitab Ta'limul Muta'allim karya Imam Az-Zarnuji, beliau menjelaskan prinsip "fa in kana dza syarrin fajannibhu syur'atan wa in kana dza khairin faqorinhu taqtadi"—jika sesuatu mengandung keburukan maka tinggalkanlah dengan segera, dan jika mengandung kebaikan maka dekati dan ikutilah. 

“Sebenarnya sudah dijelaskan dalam kitab, ketika membuka aplikasi dan kontennya tidak bermutu, scroll, kalau masih tidak bermutu lagi, scroll lagi. Kalau memang tidak ada yang bermutu sama sekali, banting saja HP-nya," ujar Kiai Mushonnef dengan gaya khas yang mengundang tawa peserta, sambil mencontohkan konten positif seperti pengajian K.H. Achmad Chalwani. 

Kiai Mushonnef menegaskan bahwa teknologi bersifat netral, tergantung bagaimana penggunanya memfungsikannya. 

“Barang itu jika kita fungsikan dengan baik, maka jadi baik. Kalau kita fungsikan untuk negatif, maka jadi negatif,” tegasnya.

Kiai Mushonnef, mengaku mengidolakan K.H. Achmad Chalwani selaku Ketua Majelis Pembina Cabang (Mabincab) PMII Purworejo, berbagi pengalaman pribadinya tentang pengaruh dan kharisma sang kiai. 

“Dalam hal apapun saya mengidolakan Kiai Chalwani. Bahkan ketika saya di Himasal (Himpunan Alumni Salafiyah), beliau berkata, ‘Pak, mbok konco-konco diomongi nek wayahe Himasal triwulanan kon hadir. Wong aku wae tak legakke kok. Mosok do ora mangkat. Sing mangkat kui-kui wae.’ Dan ternyata benar, ketika beliau hadir, teman-teman lain juga ikut hadir. Ini jadi motivasi buat teman-teman," kenangnya. 

Kiai Mushonnef kemudian memberikan nasihat kepada para peserta MAPABA.

“Maka dari itu, untuk panjenengan-panjenengan sedoyo, kalau njenengan nanti menempati posisi seperti Mbah Yai Chalwani yang sering manggung sana-sini, meskipun ada kekurangan dan tidak bisa sama persis seperti beliau, ini contoh kecil, yang PD (percaya diri) saja dengan kemampuan panjenengan. Dan dapat njenengan amati, misalnya njenengan ngaji slapanan atau ngaji acara, sekali diundang kok besok masih diundang lagi, berarti mereka cocok dengan njenengan. Ini dapat diamati,” ungkapnya.

Selanjutnya, Ketua Pengurus Cabang PMII Purworejo juga menceritakan sejarah Rayon K.H.R. Damanhuri, di mana angkatannya merupakan angkatan pertama pengurus rayon tersebut. 

“Di balik nama Rayon K.H.R. Damanhuri, penamaan ini merupakan saran dari Romo Kiai Chalwani,” ungkapnya. 

Fatkhur kemudian mengutip pemikiran Gus Muwafiq, yang juga pernah berproses di PMII, tentang peran strategis organisasi ini. 

“Mau bagaimanapun zaman hari ini, PMII adalah kaum terpelajar yang dituntut untuk dapat mem-balance-kan antara Indonesia yang tidak ke kanan-kananan dan tidak ke kiri-kirian, seperti yang disampaikan Ketua Komisariat tadi. Itu maksudnya seperti apa? Saya kira, nanti di MAPABA teman-teman akan menemukan jawabannya,” jelasnya.

Fatkhur menyampaikan bahwa Ketua Mabincab PMII Purworejo K.H. Achmad Chalwani sering mengingatkan santri maupun alumni untuk dapat menjadi penggerak dan pengendali Ahlussunnah Wal Jamaah. 

“Salah satu caranya adalah ndherek tindak lampah (mengikuti langkah) beliau yang pernah berproses juga di PMII Rayon Syariah Tribakti Lirboyo,” tambahnya. 

Menutup sambutannya, Fatkhur menegaskan bahwa digitalisasi hari ini juga menjadi langkah perjuangan yang strategis. 

“Tidak selamanya hari ini apa yang disuarakan harus dengan turun ke jalan. Bahkan bisa lebih efektif ketika disampaikan lewat sosial media,” ujarnya. 

Sekali lagi, Fatkhur mengucapkan selamat datang kepada anggota baru dan mengajak mereka untuk mengikuti proses MAPABA dengan baik, memperhatikan setiap pemateri, dan aktif bertanya jika ada yang belum dipahami.

Sebagai informasi, rangkaian kegiatan MAPABA ini dimulai pada Rabu (22/10/2025) dengan apel Hari Santri Nasional di Alun-Alun Purworejo, dilanjutkan prosesi mapaba pada Kamis-Ahad (23/10/2025) di Grabag Purworejo dan ditutup dengan jalan sehat di Alun-Alun Purworejo kembali sebagai hormat dan respon dari undangan PC NU Purworejo. 

Kontributor: Muhammad Fadhil



Posting Komentar

0 Komentar